Kamis, 23 Desember 2010

koleksi terbaru



Sebuah bangunan joglo yang menimbulkan interpretasi arsitektur Jawa mencerminkan ketenangan, hadir di antara bangunan- bangunan yang beraneka ragam. Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang.
Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni bangunan tradisional.
Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah adat Kudus terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.


Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini.
Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu, yakni pintu utama di tengah dan pintu kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan.
Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada waktuwaktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya.

Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan Tuhan.


> ENGLISH

An interpretation raises joglo building Java architecture reflects the quiet, present among the buildings that diverse. This interpretation has a characteristic use of a solid roof construction and arch-arch shape in space per room.
Joglo traditional house which is home to the relics of ancient indigenous art has qualified as a form of high architectural value and cultural areas at once is one art form or style of building traditional building arts.
Joglo is the main building frame of the traditional house consisting of four pillars form the main pole with a sleigh overlap songo (nine overlapping) or overlapping telu (three overlapping) on top. Joglo structure like that, except as the support of the main structure of the house, as well as support for the roof of a house roof can be shaped pencu.

At home architecture joglo, the art of architecture is not just understanding the art of home construction, is also a reflection of values and norms of society supporters. Human love the taste of beauty, even religiusitasnya attitude reflected in the architecture of the house with this style.
At the entrance has three doors, the main door in the middle and the second door on the left and right side of the main door. The three parts of the door has a symbolic meaning that the bow fighting in the middle for a big family, while two doors on the right side and left for besan.
In the inner room called Gedongan serve as the mihrab, the Imam leading the prayers that are associated with symbolic meaning as a sacred place, sacred, and sacred. Gedongan also doubles as the main bed are respected and in particular waktuwaktu used as sleeping space for children's wedding.

The front room called the guard satru provided to the people and is divided into two sections, left for the pilgrims and the right of women to male pilgrims. Still on guard satru space in front of the entrance there is one pole in the middle of space called a balance pole or pillar Geder, other than as a symbol of home ownership, the pole was also functioning as a sign or landmark to remind the residents about the oneness of God.

1 komentar:

  1. soko 20 cm x 20 cm : Rp.210.000.000,-
    soko 27 cm x 27 cm : Rp.925.000.000,-
    soko 30 cm x 30 cm : Rp.1.100.000.000,-
    soko 40 cm x 40 cm : Rp.2.850.000.000,-

    BalasHapus