Senin, 06 Desember 2010

Rumah adat sebagai lambang martabat ( Joglo )



Menurut cerita tutur selanjutnya disebutkan bahwa rumah-rumah adat yang begitu indah rata-rata telah berumur lebih dari 100 sampai 200 tahun. Dengan mendasarkan pada usia bangunan, maka apabila kita akan membahasnya harus menggunakan pisau analisis yang berlaku pada zamannya.

Menurut Prof Berger struktur masyarakat Jawa pada abad ke-19 dan 20 dapat dibedakan dalam beberapa golongan yaitu; bangsawan, pangreh praja atau priyayi, pedagang, dan petani. Politik kolonial saat itu menanamkan politik emansipasi yang bertujuan membebaskan individu dari ikatan sosial lama yang dianggap membelenggu demi untuk kebebasan dan kepastian hukum yang berlaku terutama dalam ikatan feodal. Perkembangan individual masyarakat diarahkan pada pembentukan kepribadian, semangat berusaha agar kemakmuran dapat segera berkembang.

Singkat kata, penduduk Kudus yang dikategorikan sebagai penduduk pesisiran, taraf hidupnya jauh lebih maju jika dibanding dengan para bangsawan dan priyayi saat itu, tetapi dalam hidup keseharian mereka kurang mendapat penghargaan dan penghormatan di masyarakat. Mata pencarian sebagai pedagang dianggap rendah dan tidak terhormat, maka sebagai kompensasi penduduk Kudus Kulon yang mayoritasnya pedagang mewujudkannya dalam bentuk rumah yang dibuat sangat megah dengan harapan agar mereka juga berhak untuk mendapatkan kehormatan seperti layaknya para bangsawan. Ketinggian lantai rumah dibuat berundak untuk menyesuaikan dengan strata sosial seperti yang dilakukan oleh golongan ningrat. Tamu dari kaum petani diterima di ruang depan, untuk golongan priyayi diterima di ruang tengah sedang bupati dan orang Belanda diterima di ruang gedongan. Sekeliling rumah dibuat tembok tinggi sama seperti bentuk keraton.

Rumah-rumah adat yang semula dimiliki oleh pedagang Cina Islam ditiru dan dikembangkan dengan kaidah-kaidah Jawa dan ke Islaman seperti yang dianut oleh raja-raja di pedalaman. Seluruh komponen rumah diukir penuh dengan ornamen dari berbagai gaya seperti halnya di istana oleh para pengukir dengan keterampilan tinggi dan hasilnya sangat menakjubkan sehinggga sepantasnya bila mendapatkan pengakuan kehormatan seperti layaknya kaum priyayi dan bangsawan. Bagi mereka, rumah adalah simbol status atau martabat si pemilik yang sudah sepantasnya bila mendapatkan penghormatan dan penyetaraan

> ENGLISH

According to the story said further stated that these houses are so beautiful traditional average has been outstanding for more than 100 to 200 years. By basing the age of the building, then when we will discuss it using a knife analysis of prevailing in his time.

According to Prof Berger social structure of Java in the 19th century and 20 can be divided into several groups, namely; nobility, pangreh praja or aristocratic, traders, and farmers. Colonial policy was aimed at instilling political emancipation freeing individuals from the old social ties that are considered shackles the freedom and the rule of law that applies particularly in feudal ties. The development community is directed to the formation of individual personality, the spirit of trying to prosperity can develop quickly.

In short, the Holy residents who are categorized as coastal residents, their living standards far more advanced when compared with the nobility and aristocratic at the time, but in their daily lives get less appreciation and respect in society. Livelihood as traders considered low and not honorable, then as compensation for the majority population of the Holy Kulon make it happen in the form of traders who made a very grand house in the hope that they also may be eligible for an honor like the nobles. The height of the house floor is made with staircase to adjust to the social strata as practiced by the noble class. Guests of the farmers were accepted in the hall, to be accepted aristocratic faction in the den was regent and the Dutch accepted in Gedongan space. High wall built around the house like a palace.

Traditional houses originally owned by Chinese traders Islam imitated and developed with the rules of Java and the Islamic as adopted by the kings of the outback. All over the house filled with ornaments carved from various styles like in the palace by skilled woodcarvers with high and rightly so as the results were amazing when you get recognition like the aristocratic honor and nobility. For them, home is a symbol of status or prestige of the owner that it is appropriate that when you get respect and equality

Tidak ada komentar:

Posting Komentar